Yuk membelajarkan diri melalui pengalaman asyik Outbound/ penjelajahan asyik.


TAKTIS MENULIS TESIS (Bagian ke-5 dapat Master dalam 1 Tahun)

Catatan ini merupakan lanjutan dari pengalaman saya yang tertulis di sini

Saya mengerjakan penulisan tesis melalui program MsWordnya Microsoft dengan Window 8, sehingga beberapa tips yang dibocorkan berdasarkan aplikasi tersebut. Bagi pembaca yang mengetik menggunakan aplikasi lain, mohon bisa disesuaikan ya, yang penting prinsip fungsinya sama.

Autocorret

Hal pertama yang saya lakukan adalah menyalakan laptop. Eh, maksudnya, setelah lembar kerja saya disetting format margin kiri-kanan-atas-bawah, saya membuka fitur “autocorret” untuk memersingkat pengetikan suatu kata. Kalo di laptop saya, carinya di FileàOptionsàProofingàAutocorret. Di sana biasanya sudah ada kata-kata tertentu yang cara penulisannya keliru, namun jika diketikkan akan otomatis berubah seperti yang tertera dalam daftar. Mari kita lihat gambar berikut yang menampilkan bahwa jika kita salah menulis “year” yang berarti tahun, dengan mengetikkan “yera,” maka nanti otomatis hasil ketikan kita berubah menjadi “year.”

Mengorek Autocorrect

Saat kita bermaksud mengetikkan “years” namun jari kita salah nutul dan yang terketik adalah “yeras” atau “yersa” maka hasilnya akan otomatis berubah menjadi “years.” Fasilitas ini kelihatannya sederhana, namun bagi kita bisa memercepat penulisan dan memerkecil risiko kesalahan ketik. Pada gambar di atas, saya lalu mamasukkan huruf “yg” yang jika diketikkan akan “Replace-With” “yang.” Untuk menghasilkan kata “yaitu” sebagai salah satu kata sambung yang sering digunakan, itu bisa digantikan dengan mengetik huruf “yi” saja. Makin jelas ya fungsi fitur ini? jika kita mau menulis kata tertentu yang biasanya panjang, rentan salah ketik, atau sering kita tulis, maka cukup bikin “kodenya” saja, bisa singkatan atau huruf lainnya.

Dalam tesis, saya banyak menuliskan kata entrepreneur, sebagai batu lompatan saya bisa mengkodenya hanya dengan menulis "ent," "entre," atau "entrep." Untuk menuliskan kata entrepreneurship yang cukup panjang (16 karakter) dan rentan keliru, saya cukup ngetik 3 huruf saja, yaitu "ets". Demikian seterusnya saya isi 2 kolom “Replace-With” dengan banyak kode/ singkatan dan kata yang diinginkan. 1 kata yang dikehendaki bisa kok dikodekan lebih dari 1. Namun, kita perlu cermat dalam menggunakan fitur ini, karena saya pernah menulis nama salah satu dosen, namun gelarnya aneh, begini, “Prof. Asalwae M.Pada,” hmmm… ternyata saya nyetting kata “pada” dengan “pd”sehingga ketika saya betul-betul bermaksud menulis “Pd” yang menunjukkan (Master) Pendidikan, yang tertulis malah “Master Pada” he he he… sejak itu, “pd” saya hapus dari gudang “autocorrect.”

Styles

Salah seorang kawan seperjuangan saya dalam menyelesaikan tesis ditolak naskah laporannya oleh pihak perpustakaan pusat UNY gara-gara format penulisannya tidak menggunakan “Styles.” Apa itu? Kalo di “Home,” laptop saya, kotak “Styles” itu diisi dengan “Normal, No Spacing, Heading 1, Heading 2, Heading 3, Heading 4, Title, Subtitel," dan sebagainya. Saya menggunakan fungsi tersebut untuk menentukan “Style” anatomi naskah tesis. Dalam buku panduan tesis, biasanya tertera tatacara pengetikan Bab, Subbab, Anak Subbab, dan yang utama ya isi laporan. Dalam “Styles,” kita bisa mengatur biasanya:

  • Penulisan nama Bab menggunakan style “Heading 1,”
  • Nulis “Subbab” dengan styles “Heading 2,” dan
  • “Anak Subbab” diketik menggunakan styles “Heading 3.”

Untuk badan utama isi kita gunakan saja styles “Normal” yang biasanya kita modifikasi sesuai panduan, misal yang biasa itu dengan jenis huruf “Times New Roman” ukuran 12, spasi 2 atau ganda. Kalo saya, selain pengaturan minimal itu, masih ada beberapa "style" yang berbeda untuk nulis kutipan panjang, numbering poin, judul/ keterangan tabel atau gambar, serta nulis isi tabel.

Serunya, styles-styles tadi bisa kita modifikasi sesuka hati kita. Saya sering melakukan hal itu saat masih proses nulis draft dan editing, misalnya saya tunjukkan dalam gambar berikut ini nih.


Modifikasi Styles

Gambar di atas memertontonkan saya memodifikasi "Subbab" yang ditulis melalui “Heading 2.” Jenis huruf saya pilih Comic Sans MS, ukuran 12 dan warnanya merah. Saat modifikasi tersebut di “OK” maka semua "Subbab" yang nulisnya pake “Heading 2” akan otomatis berubah. Perhatikan juga naskah utama saya rubah jarak spasinya menjadi tunggal dari yang sesuai ketentuan ganda melalui "Style Normal.” Saya termasuk hobi mengatur "styles" utama ini menjadi 1 spasi dalam proses penulisan supaya jumlah halaman menjadi ringkas jadi 75 – 85%nya saja.  Jika kita nulis belasan halaman saja, mungkin untuk ngedit di sana-sini dokumen yang berspasi ganda tidak terlalu pusing mencarinya, namun kalau naskah kita sudah lebih dari 100 lembar, pas untuk mencari posisi atu subbab tertentu akan memerlukan waktu lebih lama (untuk scroll mouse).

Sebagai gambaran, Bab I sd Bab V tesis saya itu berjumlah 132 halaman dari total 228 halaman jika ditambah lembar-lembar pembuka, Lampiran dan Daftar Referensi. Itu hitungan dengan format penulisan sesuai pedoman ya. Jika badan utama artikel dibuat 1 spasi, maka jumlah 132 halaman isi utama akan menyusut jadi 89 halaman saja atau menjadi 67%. “Mengurangi” 43 halaman dalam proses review atau editing tentu akan membantu percepatan perpindahan spot yang dicari. Oh ya, jarak margin bawah dan atas halaman juga sebaiknya “di-hide” atau dihilangkan saja dalam proses review ini sehingga yang kita tinjau itu hanya teks saja tanpa perlu melihat ruang margin. 

Satu lagi taktik saya "menyingkat" tampilan pengeditan adalah dengan menghapus gambar-gambar yang berasal dari "insert picture," semacam foto; tentu setelah keterangan/ "caption"nya dibuat. Sebagai ganti foto tersebut, saya cukup buatkan kotak saja (Insert Shape) untuk manandai bahwa di situ seharusnya ada gambar. Selain untuk menyingkat panjang naskah, penghapusan (sementara) foto atau gambar itu juga untuk memerkecil ukuran file tesis. Namun yang perlu diperhatikan sebelum kita menjalankan tips ini adalah kita sudah paham konteks gambar tersebut dengan naskah di atas atau bawahnya, sehingga walau (saat itu) tidak ada gambarnya, kita masih bisa melanjutkan penulisan atau peng-editan naskah.

Lalu bagaimana kabar kawan saya tadi yang menulis secara tekstual. Dia lalu memoles teksnya dengan menyematkan "Styles" di tempat seperti yang sudah saya jelaskan tadi. "Daftar Isi" yang tadinya dibuat manual satu persatu bolak balik lihat halaman "Bab" dan "Subbab," kini dibuatnya dengan fitur “References à Table of Content” yang setelah diatur tinggal klik tampillah langsung daftar isi dengan penghalaman yang akurat. Ya, lumayan lah, dia perlu seharian untuk memformat ulang teks tesisnya; sehari yang membuat waktu pengurusan keterangan bebas pinjaman perpustakaan tertunda. Dalam konteks lebih menyeluruh lagi, bisa jadi waktu “sehari” bisa menunda penyelesaian waktu studi kita selama 1 semester lagi jika berbagai persyaratan dilakukan secara online dan tidak kenal toleransi. Sekali lagi saya bersaran, mari kita gunakan Styles (dan References) sejak awal penulisan teks tesis demi efektivitas proses.

References

Menu “References” yang saya gunakan dalam penulisan tesis adalah "Table of Contents, Insert Citation, Insert Caption," dan "Insert Table of Figures." Berbagai fitur tadi sangat membantu proses penulisan mengingat tesis saya mengandung 23 tabel, 25 gambar, dan 27 lampiran. Tanpa mereka, saya pasti kesulitan dalam proses review karena harus bolak-balik meninjau dari satu teks ke gambar, tabel, atau lampiran yang bersangkutan; lumaya lho, lebih dari 200 halaman totalnya. Kita kupas satu persatu yuk…

Table of Contents

"Table of Contents" sebagai pembuat "Daftar Isi" secara otomatis, sudah disinggung dalam bahasan "Styles" sebelum ini ya. Saya sedikit menambahkan bahwa jika dibuat dengan “Styles” maka selaras dengan “Daftar Isi,” kita bisa melihat navigasi teks kita seperti tampilan berikut:

Navigasi Berbasis Styles

Tangkapan layar komputer seperti tergambar di atas memerlihatkan halaman tentang “B. Kajian Penelitian yang Relevan.” Jika kita misalnya akan berpindah (kembali) ke halaman “Rumusan Masalah,” maka tinggal klik saja subjudul tersebut di navigasinya, maka otomatis kita langsung menuju sana, tanpa perlu bolak-balik atau berkali-kali scroll mouse; gimana memudahkan kan? Jelas dong… makanya pake “Styles”

Insert Citation

Fasilitas "Insert Citation" akan membantu kita mengotomasi daftar sitasi atau kutipan yang dalam karya ilmiah wajib hukumnya. Bagian yang banyak menggunakan fitur ini adalah "Bab I Pembukaan" dan paling banyak di "Bab II Kajian Pustaka." Bukan membantu kita mencari referensinya ya, tetapi ketika referensi yang akan kita kutip tadi sudah ada, bagaimana memformatkannya dalam naskah. Saya cerita proses pencarian referensi lebih dahulu ya.

Pada "Bab I Pendahuluan," saya banyak mendapat referensi awal dari surat kabar, iya koran terutama Kompas yang menurut saya paling tepercaya di Indonesia. Dalam konteks konten di bab tersebut, saya sudah menentukan bahwa salah satu problem kita adalah rendahnya kualitas generasi muda (dari harapan ideal). Saya memerkuat pendapat tersebut dengan inspirasi berita atau laporan dari surat kabar sebagai identifikasi dari problem tersebut. Memang referensi pada Bab I tidak hanya diperoleh dari surat kabar, tentu ada dari buku dan artikel jurnal. 

Kenapa koran sangat membantu saya? Karena berita-berita di koran itu aktual, menceritakaan kekinian; termasuk berbagai masalah dan keprihatinan. Misalnya kita cerita bahwa dalam bidang kecerdasan, Indonesia mendapat skor 78,49 dan berada pada urutan ke-130 dari 199 negara berdasar hasil pemeringkatan intelligence quotient tahun 2022. Pertama-tama saya mendapat informasi tersebut setelah membaca koran fisik, yang bisa saya lanjut dengan menelusur berita terkait pada format elektronik. Kadang-kadang saya mengelaborasi berita pada koran tersebut, jangan-jangan sudah ada artikel ilmiah atau buku yang membahasnya. Sekiranya usia publikasi dari buku atau artikel terkait itu memenuhi syarat sitasi, bisa jadi saya ngambil kutipannya dari sana, bukan dari koran. Oh ya, biasanya pihak kampus mensyaratkan usia referensi itu paling lama sekian tahun ke belakang.

Saya tidak langsung membuat format sitasi begitu mendapat 1 kutipan yang kira-kira bisa menjadi referensi. Saya tulis ulang berita tersebut sama persis seperti yang saya baca di koran fisik lalu diberi keterangan siapa penulis atau kontributornya, dikutip dari koran apa tanggal berapa, kolom apa, dan halaman berapa. Pokokke tulis saja sumber mentahnya, nggak usah dibuat dahulu versi aturan mengutip. Saya lalu berkelana lagi mencari tema serupa atau melanjutkan penelusuran dengan hal berikutnya. Jika dapat suatu referensi, misal kali ini dari jurnal elektronik; saya “copas” teks-nya, lalu diberi keterangan dari jurnal apa, terbitan kapan, siapa pengarangnya, dan keterangan lain yang relevan.

Beberapa kali saya menelusuri sumber kutipan justru dari "Referensi" atau "Daftar Pustaka" artikel ilmiah tertentu. Yang bikin bingung itu misalnya ada pernyataan ilmiah (yang biasanya populer) lalu dikutip banyak penulis, namun penyebutannya tidak sama persis antara artikel satu dengan yang lain. Misal nih, dalam suatu artikel, saya membaca bahwa “Hisrich mengartikan entrepreneurship sebagai proses bla bla bla” dan saya berpikir wah pengertian itu related banget dengan pokok bahasan. Tapi siapa itu Hisrich? Penulis buku? Peneliti? Pengusaha top? Atau siapa? Guna melakukan penelusuran, saya menggunakan Google Scholar yang dalam bahasa Indonesia menjadi Google Cendekia, alih-alih situs yang lebih top seperti Mendeley. Google Scholar adalah mesin pencari web yang dapat diakses secara bebas yang mengindeks teks lengkap atau metadata literatur ilmiah di berbagai format dan disiplin penerbitan.

Sebagai upaya penelusuran, saya ketikkan saja “Hisrich Entrepreneurship” dalam “google scholar” dan setelah di-klik muncul banyak item yang memuat 2 kata tersebut. Bukannya ilang, saya malah tambah bingung… itu yang dikutip sang penulis jurnal berasal dari sumber yang mana? Hisrich yang mana? Saya klik-klik saja supaya tidak penasaran. Salah satunya “hisrich” yang “book” saya klik pilihan “cite-nya” sehingga muncul tampilan seperti dalam gambar berikut.

Contoh "Citation" melalui Google Scholar

Muncul 5 pilihan yang merupakan versi-versi format pengutipan. Jadi, buku yang dikutip sama, judulnya Entrepreneurship,  diterbitkan pada tahun 2017 oleh penerbit McGraw-Hill Education yang ada di New York. Penulisnya ada 3, yaitu Robert D. Hisrich, Michael P. Peters, dan Dean A Shepherd. Dari 5 pilihan cara menuliskan sitasi, silakan pilih mana yang sesuai aturan penulisan, kalo kampus kami sih menganut sitasi versi APA. Kampusmu yang mana?

Contoh yang saya sampaikan memang kurang ideal, karena kalau mau ideal, semestinya saya sudah pernah membaca buku tersebut, entah seluruhnya atau sebagian, lalu menemukan pernyataan yang pas, barulah dikutip. Yang terjadi kan (rata-rata) "Eh, saya nemu pernyataan yang saya mau, pernyataan itu, berdasarkan daftar pustaka dikutip dari sumber tertentu, saya mau memastikan ah, sumbernya itu apa?" Okelah… silakan para pembaca yang budiman bisa menggunakan cara ideal untuk mengutip pernyataan dari sumber tertentu.

Proses kutip-mengutip pernyataan atau data, saya langsungkan sampai mencapai sekitar 15 halaman tesis (spasi tunggal), itu sudah termasuk karangan saya sendiri dalam merangkaikan berbagai kutipan tadi. Dari maksimal 15 halaman draft tulisan tersebut saya lalu mulai mengedit dengan memilih kutipan mana yang memang mau digunakan; jika ada pernyataan yang kurang relevan atau tidak saya kehendaki masuk tulisan, lalu saya singkirkan. Usai pengeditan minor tersebut, kuantitas tulisan biasanya berkurang sekitar 20-30% dari draft awal. Langkah berikutnya, saya lalu memformatkan kutipan dengan fasilitas “References” submenu “Insert Citation.” Saya tunjukkan contohnya melalui gambar berikut ini yang menjelaskan penulisan kutipan versi APA untuk pernyataan yang berasal dari Koran Kompas.

Contoh Ngisi Referensi

Persis setelah pernyataan yang akan dikutip, kita klik “References” lalu klik “Insert Citation,” pilih “Add New Source” maka akan muncul jenis "source-nya" misal book, book section, journal article, dan lain-lain. Karena yang akan saya tunjukkan itu bersumber dari koran kertas/ fisik, saya pikir akan ada pilihan “newspaper.” Ee… ternyata nggak ada, ya sudah, saya pilih jenisnya “Article in A Periodical,” dengan kolom-kolom menu yang tinggal diisi, terdiri dari Author/ Corporate Author, Title, Periodical Title, Year, Month, Day, dan Pages. Karena pernyataan yang saya kutip jelas pengarangnya, yaitu Wisnu Dewabrata dan Soelastri Soekirno; saya isikan pada bagian “Author.” Pada beberapa kasus, kutipan saya berasal dari Koran Kompas kertas namun tidak ada nama jelas penulisnya, maka saya pilih kolom “Corporate Author” yang cukup ditulis dengan “Kompas.” Begitu semua isian sudah komplet, kita tinggal klik “OK” maka akan segera muncul tulisan (Dewabrata & Soekirno, 2022) di belakang pernyataan yang kita kutip tadi. Keterangan tersebut kalau kita blok dengan kursor laptop juga akan berlatar blok warna abu-abu dan jika diulik akan muncul menu untuk mengedit/ memodifikasi “citation” tadi, seperti terlihat dalam gambar di atas.

Jadi ingat ya, walaupun secara tampilan benar, dan saat dicetak hasilnya sama, keterangan/ citation itu bisa ditulis secara manual (biasanya oleh mahasiswa yang belum tahu fungsi citation atau dia sengaja pingin penulisannya lama), atau hal tersebut bisa dimunculkan melalui fitur “Insert Citation” seperti sudah saya jelaskan tadi. Berbagai format sumber kutipan bisa dipilih di sana, termasuk misalnya pernyataan yang sama atau mirip namun diambil dari sumber online. Contoh saya tadi itu kutipan yang memang saya baca di koran Kompas fisik, maka cara “citationnya” begitu. Pernyataan yang sama juga sebenarnya ada di Kompas.id yang diterbitkan secara online; namun cara pengutipannya beda, yaitu dengan pilihan “Source” berupa “Document form Web Site.” Apa yang muncul di sana? silakan coba sendiri ya…

Nah, jika semua kutipan sudah kita buat “citation-nya” dengan sistem, maka langkah terakhir untuk melihat “Daftar Pustaka" atau "Referensi” dari semua kutipan, tinggal kita klik saja bagian “Bibliography,” tentu ditempatkan persis di bawah subjudul “Daftar Pustaka/ Daftar Referensi.” Kenapa tempatnya di sana? ya memang itu fungsi untuk membuat daftar secara otomatis. Kalo kita klik-nya saat kursor komputer ada di bagian “Latar Belakang” misalnya, maka daftar pustaka kita yang berisi sekian banyak sumber kutipan akan nongol di sana pula; lucu dan sudah pasti keliru.

Bagaimana jika kita mengadakan perubahan kutipan, menambah atau mengurangi atau merevisi nama pengarang misalnya. Jangan khawatir, selama kita melakukan modifikasi pada “Insert Citation,” maka untuk merubah "Daftar Pustaka" kita tinggal klik di bagian modifikasi “bibliography” tadi, maka perubahan akan otomatis terrekam. Jadi, pesan saya untuk hal ini, kalo kita sudah berani ngambil kuliah S2, sebaiknya jangan bikin daftar pustaka dengan ngetik manual saat bikin tulisan ilmiah. Pertama karena lama; kedua, akurasinya rawan dipertanyakan entah jumlah item atau kesalahan tulis sumber, dan ketiga jelas susah untuk diedit.

Parafrase

Editing minor ketiga yang saya rekomendasikan dalam catatan ini, adalah Parafrase; walau tidak saya lakukan dalam penulisan tesis; kenapa? Karena saya baru menyadari kegunaannya pada saat dokumen laporan diminta oleh pihak perpustakaan; ingat ya, bukan oleh dosen pembimbing atau penguji, bukan juga oleh pihak program studi atau dekanat. Konteksnya saya ceritakan dalam catatan seri berikutnya, namun intinya adalah untuk meminimalisir tingkat plagiasi tulisan kita. Tiap kampus punya aturan berapa prosen maksimal tingkat plagiasi atau penjiplakan karya ilmiah seorang mahasiswa. Kalo di UNY adalah maksimal 20%. Apa maksudnya? Maksudnya, berbagai pernyataan atau data yang kita kutip dalam tesis merupakan buah pemikiran orang lain; betul ya? betul. Memang kita sebagai peneliti punya kreativitas dalam menggagas alur tulisan dan itu wajib dituangkan sebagai tulisan orisinal kita sendiri dong. Namun, apa jadinya jika tesis kita itu lebih banyak ngutip sana sini daripada pemikiran atau bahasan orisinal dari kita? Jadinya ya kita bisa dikategorikan sebagai penjiplak (semata) atau plagiat. 

Tapi kan diperlukan teori (orang lain) dalam pembahasan tesis; betul. Namun diharapkan kita tidak menelan, eh, menulis mentah-mentah pernyataan dari artikel atau buku lain. Pun ada kesamaan di sana sini, itu tadi, batasnya maksimal 20% (untuk aturan di UNY ya). Bagaimana tahu prosentasenya? Salah satu yang paling polpuler itu menggunakan program “Turnitin” guna menelisik naskah kita untuk dikeluarkan keterangan bagian mana saja yang dinyatakan sama dengan sumber-sumber lain yang terdata dalam internet. "Turnitin"  akan mengeluarkan angka sekian prosen tingkat kesamaan kita dengan karya-karya lain, serta menunjukkan tiap bagian yang dimaksud. Supaya lebih jelas, saya tampilkan contohnya ya.

Contoh Tampilan Hasil Turnitin

Indeks kesamaan laporan penelitian saya dinyatakan oleh “Turnitin” sebesar 18% dan dari total 127 sumber yang tertelusuri, beserta prosentasenya. Gambar di atas hanya memerlihatkan bagian awal dari semua sumber yang saya kutip. Hasil tersebut merupakan revisi dari teks sebelumnya yang oleh turnitin dinyatakan 21% kesamaannya dengan sumber-sumber lain yang terrekam sistem; padahal syaratnya maksimal 20%. Dalam revisi teks, saya melakukan parafrase secara manual karena targetnya “hanya” menurunkan tingkat plagiasi sebesar 2% saja. Apakah ada parafrase yang dilakukan secara sistem atau aplikasi? Ada, macam-macam kok jenisnya. Kita tinggal masukkan teks yang akan di-parafrase lalu nanti muncul hasil parafrasenya. Setelah gubahan jadi, kita bisa cek lagi, apakah sudah di bawah 20% atau belum. Jika belum, parafrase lagi…  demikian seterusnya.

Parafrase adalah penggubahan suatu pernyataan/ kalimat dengan kosakata lain yang sinonim tanpa mengubah arti atau makna dari pernyataan tersebut. Supaya lebih jelas, saya detilkan lagi contohnya. Dalam laporan ada pernyataan yang saya tulis begini, hasil menyalin dari sumber di internet, 

Para pemain melemparkan dadu untuk menentukan siapa yang bermain pertama kali. Pemain yang memperoleh nilai tertinggi bermain lebih dahulu dari petak “Mulai,” lalu diikuti pemain di sebelah kirinya (searah jarum jam). Tiap pemain bergantian melangkah sesuai hasil guncangan 2 dadu; jika terjadi hasil dadu yang sama (misalnya 4 dan 4) maka pemain tersebut boleh bermain kembali sampai keluaran dadunya berbeda.” 

Dalam tinjauan “Turnitin,” teks tersebut mempunyai tingkat plagiasi 50%. Saya lalu melakukan parafrase manual terhadap teks tersebut sehingga menghasilkan gubahan sebagai berikut, 

Para pemain melontarkan 2 dadu untuk menentukan siapa yang bermain pertama kali. Pemain yang memperoleh nilai tertinggi bermain lebih dahulu dari petak “Mulai,” lalu diikuti pemain di kirinya (sesuai arah jarum jam). Para pemain silih berganti melangkah berdasarkan hasil lemparan 2 dadu; seandainya muncul dadu dobel, misalnya 5 dan 5, maka pemain tersebut terus main sampai kedua dadunya berbeda.” 

2 pernyataan tadi maknanya sama, namun setelah dicek lagi oleh “turnitin,” tingkat kesamaan pernyataan kedua turun jadi 20%,

Itu tadi contoh dari saya. Kawan saya ada yang tingkat plagiasinya 60% dan dia sampai 5 kali melakukan parafrase, baik menggunakan aplikasi atau manual; pening. Kawan yang satunya ada yang malah tingkat plagiasinya 80%, namun saya belum tahu kabarnya bagaimana cara dia menurunkan jadi hanya maksimal 20% sebagai syarat wisuda.

Berdasarkan hal-hal tadi, daripada kita tergopoh-gopoh di waktu yang genting “menurunkan” tingkat plagiasi, mending hal tersebut dicicil sedikit demi sedikit, sejak kita membuat draf laporan. Jika kita tidak sempat membaca semua hasil parafrase (online), kadang tersua kata-kata yang agak janggal walau bisa diruntut maknanya. Maklumlah, sistem dituntut membuat kalimat gubahan menggunakan kata-kata seberbeda mungkin walau maknanya sama. Kalau saya jadi aplikasi tersebut, pasti pusing 7 keliling. Satu tips lagi dalam mengutip pernyataan (lalu di-parafrase.) Akan lebih baik jika kita menulis ulang teks yang mau kita kutip, daripada menyalin lalu mengeditnya. Entah bagaimana “Turnitin” itu tahu kalau kita copy-paste suatu teks dari sumber tertentu di internet.

Insert Caption (Tabel, Gambar, atau Lampiran)

Kini kita mengulik tentang “Insert Caption” sebagai fasilitas penyistematisan berbagai caption. Jenis caption yang saya gunakan dalam tesis ini adalah "Tabel, Figure/ gambar, dan Lampiran," yang dalam aturan main tesis memang harus dibuatkan daftarnya. Prinsip menuliskan keterangan terhadap 3 item caption ini sama, akan saya jelaskan sambil lihat gambar di bawah ini yang mencontohkan memberi keterangan suatu gambar; kebetulan ini gambar ke-7 dalam suatu naskah.

Contoh Proses Bikin "Caption"

Posisikan kursor komputer di tempat “Saption” akan dibuat, lalu pilih menu “Reference” klik “Insert Caption,” maka akan muncul kolom-kolom pilihan. Pada isian “Caption” muncul pilihan “Gambar 7” karena ini memang gambar ke-7 yang sudah direkam oleh fitur ini. Pada “Label,” muncul beberapa pilihan, salah satunya “Gambar.” Nama label sebelumnya bisa kita buat sendiri dalam blok “New Label.” Di situ saya juga buat pilihan “Tabel” dan “Lampiran” yang akan digunakan sesuai peruntukannya.

Bagaimana cara menampilkan daftar yang sudah kita “caption” tadi? Gampang… Pada tempat yang dikehendaki, Klik “Insert Table of Figure” dari menu “References.” Lalu disitu akan muncul “Caption Label” dengan berbagai pilihan, apa mau “Tabel, Gambar, atau Lampiran.” Klik OK maka otomatis akan terurai daftar yang kita maksud, mulai dari nomor 1 sampai selesai, lengkap dengan halamannya.

Seandainya saat melakukan editing mayor (meninjau seluruh naskah) kita menambahkan atau mengurangi sesuatu yang kita “caption,” maka otomatis nanti nomor caption akan terkoreksi secara berurutan di badan teks. Untuk memperbaharui daftarnya, hapus saja yang lama, lalu kita buat daftar baru yang otomatis menampilkan hasil revisian tadi.

Cukup ya penurunan jurus-jurus taktis nulis tesis yang sudah saya bagikan. Kita sambung pada seri berikutnya tentang bagaimana kita bisa menyunting atias ngedit naskah kita, juga dengan langkah-langkah efektif.


Brebes, 22 Maret 2024.

Agustinus Susanta, S.T., M.Pd.

================ Bersambung ================

Share:

OUTBOUND MERDEKA; Resep Taktis Merancang Outbound

OUTBOUND MERDEKA adalah rumusan praktis dalam merencanakan program outbound agar bisa mencapai tujuan serta membawa manfaat sesuai harapan penyelenggaranya. “MERDEKA” merupakan singkatan dari 7 hal yang secara bersama dan saling terkait perlu diperhatikan saat merencanakan   KEGIATAN outbound, yaitu:

  1. Maksud,
  2. Evaluasi,
  3. Rekognisi,
  4. Di Mana,
  5. Etape,
  6. Kegiatan, &
  7. Aparat.

7 elemen pembentuk outbound tersebut akan saling memengaruhi perencanaan sehingga perlu dikaji sedemikian rupa supaya rancangan sesuai dengan konten dan konteks mengapa kegiatan tersebut perlu dilakukan. Dalam suatu outbound, ketujuh eleman tadi bisa saja dikaji semua, namun sangat mungkin juga kita hanya perlu melakukan tinjauan pada beberapa elemen saja, disesuaikan dengan kondisi peserta.

Selain sebagai singkatan, “MERDEKA” juga bisa diartikan kebebasan atau kemerdekaan dalam merancang outbound, sesuai dengan kapasitas pengetahuan, pengalaman, dan imajinasi kita. Outbound yang secara merdeka kita rancang tentunya diharapkan, benar-benar bisa memerdekaan peserta dalam mencapai sasaran.

Narasumber Seminar/ Pelatihan adalah AGUSTINUS SUSANTA, ST., M.Pd. 

  • Penulis buku OUTBOUND MERDEKA (proses terbit), 
  • Penulis Buku “Merancang Outbound Training Profesional,” “Outbound Profesional,” & “123 Permainan Tanpa Alat”,
  • Pengalaman merancang & memfasilitasi lebih dari 500 program outbound selama 20 tahun,
  • Pengalaman sebagai Asesor Kompetensi Fasilitator Experiential Learning.
  • Anggota AELI/ Asosiasi Experiential Learning Indonesia.

Lalu, apa beda antara SEMINAR dan PELATIHAN?


Sudah siap untuk meningkatkan diri dengan menambah ilmu merancang outbound secara taktis? hubungi saja MANCAKRIDA via 0812 2680 2639


MERDEKA!


Share:

WRITING CAMP; Outbound di dalam Komputer

WRITING CAMP merupakan suatu Pelatihan pengembangan kreativitas dan logika berpikir menggunakan media (permainan) menulis artikel. Jika kita sudah familier dengan kegiatan outbound dalam konteks pengembangan kapasitas seseorang, maka WRITING CAMP juga sama prinsipnya. hal yang membedakan adalah media aktivitasnya; jika outbound identik dengan aneka permainan baik di darat, air, maupun ketinggian; maka dalam WRITING CAMP, "permainan" tersebut diganti dengan proses MENULIS.

Ayo Menulis

WRITING CAMP idealnya diikuti 8-20 peserta dalam satu angkatan, serta dapat dilakukan secara tatap muka (2-3 hari), online (2-4 minggu) atau hybrid.

Salah satu contoh keseruan WRITING CAMP dapat disimak di halaman ini, sedangkan jika suatu komunitas (profesional atau pendidikan) menghendaki tujuan tertentu melalui WRITING CAMP ini, nanti bisa kami modifikasi skenario prosesnya. Misalnya, bagi mereka yang memerlukan pendampingan penulisan supaya karya tulis (ilmiah)nya cepat selesai; misal skripsi atau tesis; kami siap memfasilitasi pendampingannya dengan gambaran materi yang bisa diintip di sini.


Jadi, sudah siap untuk menulis?


Share:

PERMAINAN TANPA ALAT, Mau Seminar atau Pelatihan?

Antisipasi

Apakah kita pernah mengalami “kenaasan”  seperti ini?

  • Tiba-tiba ditodong mengisi sesi ice breaking atau perkenalan, namun kita tidak siap,
  • Mengikuti pertemuan yang membosankan tanpa ada penyegaran,
  • “Dicap” terlalu monoton saat memberi pelajaran/ pelatihan/ materi,
  • Ingin membawakan permainan, tapi ribet dengan persiapan membawa peralatannya.

Jika pernah, mari kita entaskan kenaasan tersebut dengan menyelami materi  PERMAINAN TANPA ALAT melalui suatu WORKSHOP atau PELATIHAN

Kenapa? 

Karena materi yang didasari buku “123 PERMAINAN TANPA ALAT” ini  dirancang supaya para pesertanya bisa terinspirasi membawakan permainan tanpa menggunakan alat apapun alias tangan kosong.  

Materi:

  1. Kategori permainan (Perkenalan, Massal, Sinergi, Imajinasi, Kompetisi, dan Teka-teki)
  2. Potensi skala kecerdasan pemain (Linguistik,  Matematis/ Logika,  Spasial/ Visual,  Kinetik-Jasmani,  Musikal, Interpersonal,  Intrapersonal, dan  Naturalis)
  3. Teknik membawakan permainan secara efektif.
  4. Teknik memaknakan/ refleksi permainan secara taktis

Materi PERMAINAN TANPA ALAT ini sangat cocok diperdalam oleh mereka yang bergerak dalam bidang pemberdayaan manusia, diantaranya: Guru, Dosen, Trainer, Fasilitator, Supervisor, Outbounder, dan  para praktisi pengembangan SDM.

Format Pembelajaran

Format kegiatan pembelajaran bisa berupa Seminar, atau Pelatihan dengan perbedaan sebagai berikut



Trainer Seminar/ Pelatihan akan  dibawakan langsung oleh Penulis buku “123 Permainan Tanpa Alat,” yaitu:  Agustinus Susanta, S.T., M.Pd. 
Berlatar belakang Arsitek, Dosen, Asesor, Outbounder, Penulis, & Trainer, selama 20 tahun penulis mengulik dan memerdalam dunia pengembangan karakter berbasis experiential learning/ outbound. Lebih dari 500 program sudah digelutinya,  dengan total peserta lebih dari 33 Ribu  orang. 

Pengin tahu salah satu contoh permainan seru tanpa alat yang bisa digunakan untuk outbound?
Simak saja di sini ya...

Share:

GATHERING SERU bertema MONOPOLI

Apa Itu?

Board Game Monopoly diperkenalkan tahun 1904 di AS dan telah diterjemahkan untuk dipasarkan di puluhan negara, termasuk Indonesia. Dalam “Monopoly,” tiap pemain berusaha menjadi yang paling kaya melalui pembelian, penyewaan dan pertukaran tanah/ properti dalam sistem ekonomi yang disederhanakan.

Apa itu Monopoli Entrepreneurship?

Setiap pemain melemparkan dadu secara bergiliran untuk bergerak;  jika ia mendarat di petak yang belum dimiliki oleh pemain lain, ia dapat membeli petak itu. Namun bila petak itu sudah dibeli pemain lain, ia harus membayar uang sewa pada pemiliknya. Biaya sewa properti bisa bertambah jika di atasnya didirikan rumah atau hotel. Semakin banyak lahan dan properti yang dimiliki seorang pemain, maka semakin banyak pula potensi uang sewa yang bisa didapatnya dari pemain lain. 

Permainan “Monopoli Entrepreneurship” adalah hasil pengembangan boardgame “monopoly” yang sudah dilakukan  selama 15 tahun terakhir dan diujicobakan pada berbagai kalangan. Oleh pengembangnya, Monopoli Entrepreneurship juga diangkat menjadi tema tesis guna menyelesaikan program pendidikan Magister Ilmu Pendidikan di UNY.

Penampakan Laporan Tesis berjudul "Pengembangan Media Permainan
Monopoli untukk Meningkatkan Entrepreneurship pada Remaja"

Permainan “Monopoli Entrepreneurship” dibuat besar berukuran sekitar 3 x 3 meter dengan konten yang sudah disesuaikan dengan tempat-tempat menarik di Indonesia. Permainan ini menjadi seru karena dimainkan oleh beberapa pemain yang anggotanya  2-5 orang.  Kehebohan permainan terjadi saat terjadi komunikasi yang interaktif baik dengan pemain lawan, maupun di dalam tim itu sendiri; terutama dalam strategi jual-beli, pertukaran, lelang, atau ragam negosiasi lainnya.

Suasana Permainan Monopoli untuk Perusahaan.
Cerita lebih lengkap ada di PETAK INI

Walaupun berformat permainan, namun “Monopoli Entrepreneurship” mengandung aspek-aspek pembelajaran bagi para pemain/ pesertanya, diantaranya: sikap visioner, analisis, belajar bernegosiasi, mengembangkan sikap percaya diri, dan keberanian mengambil dan menanggung risiko. Agar maksimal, permainan ini perlu difasilitasi oleh seorang pemandu yang tepat supaya dapat menginternalisasikan nilai-nilai pembelajarannya.

Manfaat

Permainan “Monopoli Entrepreneurship” bisa dimanfaatkan untuk apa saja? 

  1. Pembelajaran kewirausahaan/ entrepreneurship yang dilakukan secara menyenangkan, baik pada ranah pendidikan, perusahaan, maupun komunitas lain.
  2. Dinamika pengisi acara pertemuan perusahaan, misal rapat kerja. Monopoli Entrepreneurship bisa dilakukan dalam beberapa sesi terpisah di sela-sela waktu pertemuan.
  3. Materi pelatihan dengan target “peningkatan kemampuan negosiasi melalui analisis komprehensif yang disertai keberanian mengambil peluang dan risiko.”
Monopoli Raksasa untuk Pembelajaran Bisnis bagi Siswa

Kondisi training yang ideal:

  • Jumlah peserta 10 - 30 orang (1 atau 2 board),
  • Ruangan minimal 6 x 6 meter untuk tiap board,
  • Waktu training 3 - 5 jam (bisa dipecah jadi 3 atau 4 sesi)

Pengembang

Pengembangan dan Trainer “Monopoli Entrepreneurship” difasilitasi oleh: Agustinus Susanta, S.T., M.Pd. (Penulis beberapa buku pelatihan dengan pengalaman sebagai Fasilitator Outbound Tingkat Utama, Dosen, Asesor, Trainer Level IV)  Kontak WA:  0812 2680 2639 

Berikut ini secuplik keseruang Gathering bertema MONOPOLI





Share: